Sabtu, 08 Februari 2014

CT NASOFARING

A. Latar Belakang Computed Tomography Scan atau biasa disebut CT-Scan merupakan salah satu pencitraan diagnostik dengan cara penggabungan atau kombinasi antara pencitraan yang dilakukan oleh sinar-x dengan teknologi komputer dalam mengolah, menganalisa dan merekonstruksi data menjadi gambaran irisan transversal tubuh. CT-Scan menghasilkan gambaran irisan tubuh baik secara transversal, coronal, atau sagital tubuh. Ini akan memudahkan untuk mendiagnosa suatu penyakit tertentu yang tidak dapat atau sukar dideteksi dengan menggunakan sinar-x secara konvensional. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan menggunakan CT-Scan meliputi brain, kepala, sinus paranasal, nasofaring, tulang belakang, dan tungkaipun juga dapat diperiksa. Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Batas- batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring. Klinis yang banyak ditemui pada pemeriksaan Ct-Scan nasofaring adalah karsinoma nasofaring atau yang lebih dikenal sebagai kanker nasofaring. Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Penyebab kanker nasofaring belum diketahui dengan pasti. Kanker nasofaring juga dikaitkan dengan adanya virus epstein bar. Sampai saat ini belum jelas bagaimana mulai tumbuhnya kanker nasofaring. Namun penyebaran kanker ini dapat berkembang ke bagian mata, telinga, kelenjar leher, dan otak. Sebaiknya yang beresiko tinggi terkena kanker nasofaring rajin memeriksakan diri ke dokter, terutama dokter THT. Risiko tinggi ini biasanya dimiliki oleh laki-laki atau adanya keluarga yang menderita kanker ini. Salah satu penunjang medis untuk membantu penegakkan diagnosa kanker nasofaring adalah dengan dilakukannya pemeriksaan Ct-Scan nasofaring yang akan dibahas dalam makalah ini. B. Tujuan 1. Tujuan umum a) Mempelajari dan mengetahui tata cara pelaksanaan pemeriksaan CT-Scan Nasofaring b) Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Radiografi Khusus. 2. Tujuan khusus a) Mengetahui secara lebih dalam tentang kanker nasofaring. b) Untuk menambah pengetahuan mengenai anatomi fisiologi nasofaring, definisi kanker nasofaring,dan prosedur pemeriksaan Ct-Scan nasofaring. C. Manfaat Manfaat penulisan makalah ini adalah dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pemeriksaan CT-Scan nasofaring bagi pembaca dan sebagai salah satu syarat memenuhi tugas mata kuliah Teknik Radiografi Khusus semester 5. BAB II KAJIAN TEORI A. Anatomi dan Fisiologi Nasofaring Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral. Batas- batas nasofaring yaitu batas atas (atap) adalah os sphenoid dan sebagian prosessus basilaris, batas anterior adalah koana dan palatum molle, batas posterior adalah vertebra servikal dan batas inferior adalah permukaan atas palatum molle dan berhubungan dengan orofaring. Ada lima batas nasofaring: 1. Superior : basis kranii, diliputi oleh mukosa dan fascia 2. Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, bersifatsubjektif karena tergantung dari palatum durum. 3. Anterior : choane, oleh os vomer dibagi atas choane kanan dan kiri. 4. Posterior : - vertebra cervicalis I dan II - fascia space = rongga yang berisi jaringan longgar - mukosa lanjutan dari mukosa atas 5. Lateral : - mukosa lanjutan dari mukosa atas dan belakang - muara tuba eustachii - fossa rosenmulleri Pada dinding lateral nasofaring lebih kurang 1,5 inci dari bagian belakang konka nasalinferior terdapat muara tuba eustachius. Pada bagian belakang atas muara tuba eustachiuster dapat penonjolan tulang yang disebut torus tubarius dan dibelakangnya terdapat suatulekukan dari fossa Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen laserum.Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu ventilasi udara telinga tengah. 4 dinding lateral nasofaring merupakan bagian terpenting, dibentuk oleh laminafaringobasilaris dari fasia faringeal dan otot konstriktor faring superior. Fasia ini mengandung jaringan fibrokartilago yang menutupi foramen ovale, foramen jugularis, kanalis karotis dankanalis hipoglossus. Struktur ini penting diketahui karena merupakan tempat penyebarantumor ke intrakranial. Gambar 1. Anatomi Nasofaring Nasofaring berbentuk kerucut dan selalu terbuka pada waktu respirasi karena dindingnya dari tulang, kecuali dasarnya yang dibentuk oleh palatum molle. Nasofaring akan tertutup bila paltum molle melekat ke dinding posterior pada waktu menelan, muntah, mengucapkan kata-kata tertentu. Struktur penting yang ada di nasofaring: 1. Ostium Faringeum tuba auditiva muara dari tuba auditiva. 2. Torus tubarius, penonjolan di atas ostium faringeum tuba auditiva yang disebabkankarena cartilago tuba auditiva. 3. Torus levatorius, penonjolan di bawah ostium faringeum tuba auditiva yangdisebabkan karena musculus levator veli palatini. 4. Plica salpingopalatina, lipatan di depan torus tubarius. 5. Plica salpingopharingea, lipatan di belakang torus tubarius, merupakan penonjolan dari musculus salphingopharingeus yang berfungsi untuk membuka ostium faringeumtuba auditiva terutama ketika menguap atau menelan. 6. Recessus Pharingeus disebut juga fossa rossenmuller. Merupakan tempat predileksi karsinoma nasofaring. 7. Tonsila pharingea, terletak di bagian superior nasofaring. Disebut adenoid jika ada pembesaran. Sedangkan jika ada inflammasi disebut adenoiditis. 8. Tonsila tuba, terdapat pada recessus pharingeus. 9. Isthmus pharingeus merupakan suatu penyempitan di antara nasopharing danoropharing karena musculus sphincterpalatopharing. 10. Musculus constrictor pharingeus dengan origo yang bernama raffae pharingei. Gambar 2. Nasofaring Fungsi nasofaring : 1. Sebagai jalan udara pada respirasi, 2. Jalan udara ke tuba eustachii, 3. Resonator, dan 4. Sebagai drainage sinus paranasal kavum timpani dan hidung. B. Patofisiologi Nasofaring 1. Definisi Kanker Nasofaring Tumor ganas pada Nasofaring.Kanker nasofaring merupakan keganasan pada leher dan kepala yang terbanyak ditemukan di Indonesia (60 persen). Untuk mendiagnosis secara dini sangatlah sulit, karena tumor ini baru menimbulkan gejala pada stadium-stadium akhir. Gejala-gejala pada stadium awal penyakit ini sukar dibedakan dengan penyakit lainnya. Dimana letak dari tumor ini tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di dasar tengkorak, dan sukar sekali dilihat jika bukan dengan ahlinya. Presentase untuk bertahan hidup dalam 5 tahun juga terlihat mencolok, hal ini dilihat dari stadium I (76 %), stadium II (50 %), stadium III (38 %) dan stadium lanjut atau IV (16,4%). Gambar 3. Metastasis pada Kanker Nasofaring 2. Epidemologi Penyakit ini banyak ditemukan pada ras cina terutama yang tinggal di daerah selatan. Ras mongloid merupakan faktor dominan dalam munculnya kanker nasofaring, sehingga sering timbul di Negara-negara asia bagian selatan. Penyakit ini juga ditemukan pada orang-orang yang hidup di daerah iklim dingin, hal ini diduga karena penggunaan pengawet nitrosamine pada makanan-makanan yang mereka simpan. 3. Patofisiologi atau Etiologi Sudah hampir dipastikan bahwa penyebab dari kanker nasofaring adalah infeksi virus Epstein Barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan kadar antivirus Virus Epstein Barr didapatkan cukup tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah letak geografis yang sudah disebutkan diatas, penyakit ini lebih sering ditemukan pada laki-laki walaupun alasannya belum dapat dibuktikan hingga saat ini. Faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan seperti iritasi oleh bahan kimia, asap, bumbu masakan, bahan pengawet, masakan yang terlalu panas, air yang memiliki kadar nikel yang cukup tinggi, dan kebiasaan seperti orang Eskimo yang mengawetkan ikannya dengan menggunakan nitrosamine. Tentang faktor keturunan sudah banyak diteliti tetapi hingga sekarang belum dapat ditarik kesimpulan. Satu hal lagi yang penting diketahui adalah bahwa penyakit ini seringkali menyerang masyarakat dengan golongan sosial yang rendah, hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan dan lingkungan hidup di sekitar orang-orang tersebut. C. CT Scan 1. Pengantar CT Scan CT Scan pertama kali ditemukan oleh Dr. Godfrey Hounsfield dan Allan Macleod Cormack di Inggris pada tahun 1970. CT Scan adalah suatu teknik pencitraan diagnostik yang menggunakan kombinasi antara sinar-x dan teknologi komputer dalam mengolah, menganalisa, dan merekonstruksi data menjadi gambaran irisan transversal tubuh yang diperiksa. CT Scan berbentuk bulat dengan terowongan di tengahnya (donut shaped ring) dan meja pemeriksaan yang dapat digerakkan (a moveable table). Untuk menghasilkan gambaran bagian tubuh tertentu yang lebih jelas, pemeriksaan CT scans memerlukan kontras media. Dua jenis kontras media yang digunakan adalah barium (diminum) dan iodine (intravena ). 2. Komponen CT Scan Ada tiga komponen utama yang terdapat pada CT Scan : a. Meja pemeriksaan Meja pemeriksaan bentuknya kurva dan terbuat dari Carbon Graphite Fiber. Setiap scanning 1 slice selesai, meja pemeriksaan bergeser sesuai ketebalan slice. Gambar 4. Meja Pemeriksaan CT Scan b. Gantry Komponen yang ada di dalam gantry diantaranya adalah terdapat tabung sinar-x, kolimator, detektor, data acquisition system, dan lampu indikator untuk sentrasi. Gantry juga memberikan informasi ketinggian meja pemeriksaan, posisi objek, dan sudut kemiringan gantry. c. Operator Console Operator console merupakan pusat semua kegiatan scanning atau pengoperasian sistem secara umum dan berfungsi untuk merekonstruksi hasil gambaran sesuai kebutuhan. G Gambar 5. Operator Console 3. Proses Kerja CT Scan Adapun proses pada pengambilan gambar CT Scan meliputi : a. Registrasi Data Pasien Isi data pasien pada layar monitor mulai dari nama, umur, jenis kelamin, jenis pemeriksaan, klinis, dan lain-lain. b. Scanning Selama eksposi, tabung sinar-x dan detektor di dalam gantry mengelilingi objek pada terowongan gantry. c. Detektor Detektor menangkap sinar-x kemudian diubah menjadi pulsa listrik dan dikirim ke ADC. d. ADC (Analog to Digital Converter) ADC mengubah pulsa listrik menjadi data digital kemudian dikirim ke DAS. e. DAS (Data Acquisition System) DAS berfungsi mengakuisisi data dan dikirim ke CPU. f. CPU (Central Processing Unit) CPU akan merekonstruksi gambar dan kemudian akan dikirim ke monitor, memori unit, atau ke ouput devices. Gambar 6. Proses CT Scan 4. Generasi Pesawat CT Scan a. Generasi ke-1 1) Perintis : EMI, London, 1977. 2) X-ray : pencil beam 3) Gerakan : translate – rotate 4) Detektor : single detector 5) Rotasi : 180 derajat 6) Waktu : 4,5 – 5,5 menit / scan slice 7) Aplikasi : head scanner Gambar 7. CT Scan Generasi Pertama b. Generasi ke-2 Merupakan pengembangan dari generasi ke-1 1) X-ray : narrow fan beam 2) Gerakan : translate – rotate 3) Detektor : multi detector ( 3-60) linier array detector 4) Rotasi : 180 derajat 5) Waktu : 20 detik - 2 menit / scan slice 6) Aplikasi : head scanner Gambar 8. CT Scan Generasi Kedua c. Generasi ke-3 Merupakan pengembangan dari generasi ke-2 1) X-ray : wide fan beam 2) Gerakan : rotate – rotate 3) Detektor : multi detector (10-280) curve array detector 4) Rotasi : 360 derajat 5) Waktu : 1,4-14 detik / scan slice 6) Aplikasi : whole body scanner Gambar 9. CT Scan Generasi Ketiga d. Generasi ke-4 Merupakan pengembangan dari generasi ke-3. 1) X-ray : wide fan beam 2) Gerakan : stationary-rotate system 3) Detektor : multi detector (424-2400) slip ring detector 4) Rotasi : 360 derajat 5) Waktu : <10 detik / scan slice 6) Aplikasi : whole body scanner Gambar 10. CT Scan Generasi Keempat e. Generasi ke-5 Merupakan pengembangan dari generasi ke-4 1) X-ray : wide fan beam 2) Gerakan : stationary-rotate system 3) Detektor : multi detector (424-2400) slip ring detector 4) Rotasi : 360 derajat 5) Waktu : <10 detik / scan slice 6) Aplikasi : whole body scanner (multi slice, 3D, 4D) 5. Parameter CT Scan Parameter pokok CT Scan meliputi dua tahap utama yaitu : a. Sebelum scanning : mAs, kV, slice thickness, patient size, dan scan time. 1) mAs Parameter mAs merupakan kuantitas sinar x yang digunakan dalam melakukan scanning suatu objek. mAs bertujuan untuk menghasilkan resolusi gambar. 2) kV Penggunaan kV berpengaruh terhadap banyaknya emisi quantum sinar x dan dosis radiasi. Semakin tinggi kV yang diberikan spektrum radiasi akan tinggi, dan level energi akan tinggi. 3) Slice Thickness Penentuan slice thickness berpengaruh terhadap noise dan spasial resolusion . Semakin tebal slice maka semakin rendah noise, semakin tipis slice maka semakin tinggi noise. Semakin tebal slice semakin rendah resolusinya dan semakin tipis slice maka semakin tinggi resolusi. 4) Patient size Setiap pertambahan ketebalan objek 4 cm berpengaruh terhadap bertambahnya atenuasi. 50 %, juga berpengaruh pada pixel noise. Noise akan semakin bertambah 2 kali lipat jika ketebalan bertambah 8 cm. 5) Scan time Parameter scan time mempunyai pengaruh terhadap mereduksi artifact akibat pergerakan objek. Semakin kecil waktu maka semakin sedikit kemungkinan terjadi artifak akibat pergerakan objek. b. Setelah scanning : algorithma, window setting, dan rekonstruksi. 1) Algorithma Parameter Algorithma mempunyai pengaruh terhadap gambaran yang baik (good definision) pada level noise yang tinggi. Smoothing algorithm, menghasilkan level noise yang rendah, hasil gambaran kurang baik (poorer edge definition). 2) Window setting Sangat berpengaruh pada tampilan gambar ct scan. Berupa brightness dan kontras dalam skala keabu-abuan 3) Rekonstruksi Setelah gambar sudah muncul di layar monitor, maka proses rekonstruksi gambar adalah proses selanjutnya. BAB III PENTALAKSANAAN CT SCAN NASOFARING A. Persiapan Pasien Pada pemeriksaan CT Scan Nasofaring tidak ada persiapan khusus yang harus dilakukan oleh pasien. Tetapi pada saat akan dilakukan pemeriksaan, pasien diharuskan mengisi informed concent yang telah disediakan oleh bagian pendaftaran sebagai persetujuan dilakukannya pemeriksaan dan melepas benda-benda logam yang ada pada bagian kepala dan leher. Tujuan pemeriksaan CT Scan Nasofaring yaitu Untuk mengevaluasi kelainan pada Nasofaryng yang berupa infeksi atau tumor serta metastasenya ke organ sekitar. B. Prosedur Pemeriksaan CT Scan Nasofaring 1. Register Pasien Setelah menerima surat permintaan pemeriksaan, tahap pertama yang harus dilakukan adalah mengisi register pasien. Caranya adalah dengan menekan tombol register patient pada keyboard kemudian melengkapi data-data pasien yang meliputi: nama pasien, nomor identitas, umur, tanggal pemeriksaan, jenis kelamin, klinis, nama dokter pengirim, posisi pasien, nama operator, dan nama dokter radiologi. 2. Pengaturan Posisi Pasien Pada pemeriksaan CT Scan Nasofaring, pasien diposisikan supine atau tidur terlentang diatas meja pemeriksaan, MSP tubuh pasien berada pada pertengahan meja pemeriksaandengan kedua bahu pada bidang horizontal yang sama. Kedua lengan berada disamping tubuh kemudian tubuh pasien diberi fiksasi tubuh untuk mencegah terjadinya pergerakan pasien selama pemeriksaan berlangsung. 3. Pengaturan Posisi Obyek Posisi obyek (kepala dan leher) harus diatur sebaik mungkin. Kepala pasien diletakkan pada bantalan kepala dengan posisi simetris dan diekstensikan serta jangan lupa diberi fiksasi. Lalu atur posisi kepala agar sejajar dengan garis lampu lasser sagital. Atur agar obyek yang diperiksa berada diantara lampu lasser dengan menekan tombol yang ada pada gantry. Atur sentrasi dengan batas atas ± 5 cm diatas glabella dan batas bawahnya pada incisura jugularis. 4. Pembuatan Topogram Topogram adalah gambaran digital dari keseluruhan obyek dalam proyeksi AP dan lateral yang akan digunakan untuk menentukan area pengambilan irisan axial. Untuk membuat topogram, masukkan terlebih dahulu data-data pasien dengan mengklik “patient” kemudian klik “registration” pada monitor komputer. Setelah mengisi semua data pasien, lalu klik exam pada tampilan register pasien kemudian klik load. Tunggu beberapa saat sampai pada monitor tampil perintah untuk menekan move lalu start. Pada CT Scan Nasofaring, tampilan topogram adalah dalam proyeksi lateral dengan parameter sebagai berikut: a. kV : 80 kV b. mA : 50 mA c. Panjang Topogram : 256 mm d. Window width : 500 e. Window level : 50 Setelah topogram tampil pada layar monitor, selanjutnya dibuat rencana area scan dengan batas atas mencakup sinus frontalis dan batas bawah mencakup setinggi columna vertebralis cervicalis II. Batas anterior mencakup bagian tubuh tanpa terpotong dan batas posterior mencakup bantalan. 5. Proses Scanning Pre-Kontras Pengambilan irisan axial dilakukan dengan ketebalan irisan 1,25 mm dan interval 0,5 mm. Parameter-parameter yang digunakan adalah sebagai berikut: a. kV : 120 kV b. mA : 190 mA c. Window width : 119 d. Window level : 29 6. Penyuntikkan Bahan Kontras Untuk pemeriksaan CT-Scan Nasofaring, bahan kontras harus diberikan agar dapat membedakan antar tumor dengan jaringan normal disekitarnya. Bahan kontras disuntikkan melalui intra vena sebanyak 50 cc dengan dosis 1cc/kg berat badan pasien. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka sebelum penyuntikkan bahan kontras sebaiknya ditanyakan terlebih dahulu kepada pasien atau keluarganya, apakah pasien tersebut memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan atau makanan-makanan tertentu. Jika pasien memiliki alergi, maka sebaiknya dilakukan skin test terlebih dahulu dan tunggu sekitar 5 menit. Apabila tidak ada reaksi terhadap bahan kontras, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan. Apabila ada reaksi, maka sebaiknya dikonsultasikan dulu kepada dokter radiologi. 7. Proses Scanning Post Kontras Setelah penyuntikan bahan kontras selesai, scanning dilakukan lagi untuk mendapatkan gambaran potongan axial dengan kontras. Parameter yang digunakan sama seperti pada scanning pre kontras. Hasil scanning menunjukkan perbedaan kontras pada daerah tumor sehingga daerah tersebut memiliki nilai Hounsfield Unit (HU) yang lebih tinggi dari daerha sekitarnya. Setelah proses scanning selesai, jarum injeksi dilepas dan pasien dapat meninggalkan ruangan CT-Scan. 8. Rekonstruksi dan Reformat Gambar Setelah pemeriksaan selesai, dengan penggunaan spiral pada MSCT (Multi Slice Computed Tomography) ini gambaran dapat direkonstruksi dan direformat menjadi potongan sagital dan coronal tanpa harus merubah posisi dan pengulangan scanning. 9. Pencetakan Gambar Apabila gambaran sudah selesai direkonstruksi dan direformat, maka gambaran siap dicetak pada printer. Gambar 11. Hasil potongan axial CT Scan Nasofaring Gambar 12. Hasil potongan coronal CT Scan Nasofaring BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pemeriksaan CT Scan Nasofaring adalah pemeriksaan pencitraan pada Nasofaring dan area sekitarnya yaitu parafaryng dan mastication. Tujuan pemeriksaan CT Scan Nasofaring adalah untuk mengevaluasi kelainan pada nasofaring yang berupa infeksi atau tumor serta metastasenya ke area sekitar. Pengambilan gambar nya meliputi potongan axial dan coronal dengan menggunakan bahan kontras. B. Saran Pemeriksaan CT Scan Nasofaring bagus dalam pencitraan daerah nasofaring, bila ada kelainan seperti KNF, maka penulis sarankan untuk dilakukan pencitraan CT Scan Nasofaring karena baik dalam mengevaluasi tumor dan metastase di area sekitar nasofaring. Pemeriksaan ini menggunakan bahan kontras, maka terlebih dahulu penulis sarankan untuk dilakukan skin test guna mengetahui ada tidaknya alergi pada pasien terhadap bahan kontras dan saat pemeriksaan pintu ruang CT Scan ditutup rapat agar tindakan proteksi radiasi telah dilakukan dengan baik dan aman.

1 komentar: